Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia

A. SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA PADA MASA PRAKEMERDEKAAN
Pada dasarnya Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Melayu di pakai sebagai bahasa penghubung antar suku di Nusantara dan sebagai bahasa yang di gunakan dalam perdagangan antara pedagang dari dalam Nusantara dan dari luar Nusantara.
Perkembangan dan pertumbuhan Bahasa Melayu tampak lebih jelas dari berbagai peninggalan-peninggalan misalnya:
  • Tulisan yang terdapat pada batu Nisan di Minye Tujoh, Aceh pada tahun 1380


  • Prasasti Kedukan Bukit, di Palembang pada tahun 683.


  • Prasasti Talang Tuo, di Palembang pada Tahun 684.


  • Prasasti Kota Kapur, di Bangka Barat, pada Tahun 686.


  • Prasati Karang Brahi Bangko, Merangi, Jambi, pada Tahun 688.


Ada empat faktor yang menyebabkan bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia yaitu :
  1. Bahasa melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan dan bahasa perdangangan.
  2. Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dielajari karena dalam bahasa melayu tidak dikenal tingkatan bahasa (bahasa kasar dan bahasa halus).
  3. Suku jawa, suku sunda dan suku suku yang lainnya dengan sukarela menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
  4. Bahasa melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas.
Pada akhir abad ke-19 pemerintah kolonial Hindia-Belanda melihat bahwa bahasa Melayu (Tinggi) dapat dipakai untuk membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi. Pada periode ini mulai terbentuklah “bahasa Indonesia” yang secara perlahan terpisah dari bentuk semula bahasa Melayu Riau-Johor. Bahasa Melayu di Indonesia kemudian digunakan sebagai lingua franca (bahasa pergaulan), namun pada waktu itu belum banyak yang menggunakannya sebagai bahasa ibu. Bahasa ibu masih menggunakan bahasa daerah yang jumlahnya mencapai 360 bahasa.
B. SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA PADA MASA PASCAKEMERDEKAAN
Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928. Pada saat itu, para pemuda dari berbagai pelosok Nusantara berkumpul dalam rapat, para pemuda berikrar:
  1. Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah Air Indonesia.
  2. Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia.
  3. Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Ikrar para pemuda ini di kenal dengan nama “Sumpah Pemuda”. Unsur yang ketiga dari “Sumpah Pemuda” merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa indonesia. Pada tahun 1928 bahasa Indonesia di kokohkan kedudukannya sebagai bahasa nasional. Bahasa Indonesia di nyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal 18 Agustus 1945, karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 di sahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Di dalam UUD 1945 di sebutkan bahwa “Bahasa Negara Adalah Bahasa Indonesia,(pasal 36). Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara. Kini bahasa indonesia di pakai oleh berbagai lapisan masyarakat indonesia.
C. SEJARAH PERKEMBANGAN EYD
Sesuai dengan apa yang telah diketahui bahwa penyempurnaan ejaan bahsa Indonesia terdiri dari:
a.      Ejaan van Ophuijsen


b.      Ejaan Soewandi


Perbedaan-perbedaan antara ejaan ini dengan ejaan Van Ophuijsen ialah:
  1. huruf ‘oe’ menjadi ‘u’, seperti pada goeroe → guru.
  2. bunyi hamzah dan bunyi sentak yang sebelumnya dinyatakan dengan (‘) ditulis dengan ‘k’, seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat.
  3. kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti ubur2, ber-main2, ke-barat2-an.
  4. awalan ‘di-’ dan kata depan ‘di’ kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Kata depan ‘di’ pada contoh dirumah, disawah, tidak dibedakan dengan imbuhan ‘di-’ pada dibeli, dimakan.
Ejaan Soewandi ini berlaku sampai tahun 1972 lalu digantikan oleh Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) pada masa menteri Mashuri Saleh. Pada masa jabatannya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pada 23 Mei 1972 Mashuri mengesahkan penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan dalam bahasa Indonesia yang menggantikan Ejaan Soewandi. Sebagai menteri, Mashuri menandai pergantian ejaan itu dengan mencopot nama jalan yang melintas di depan kantor departemennya saat itu, dari Djl. Tjilatjap menjadi Jl. Cilacap.
Ejaan Yang Disempurnakan


E. PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA MASA REFORMASI
Munculnya Bahasa Media Massa (bahasa Pers):
  1. Bertambahnya jumlah kata-kata singkatan (akronim);
  2. Banyak penggunaan istilah-istilah asing atau bahasa asing adalam surat kabar.
Pers telah berjasa dalam memperkenalkan istilah baru, kata-kata dan ungkapan baru, seperti KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme), kroni, konspirasi, proaktif, rekonsiliasi, provokator, arogan, hujat, makar, dan sebagainya.
Bahasa Indonesia sudah mulai bergeser menjadi bahasa kedua setelah Bahasa Inggris ataupun bahasa gaul. Selain itu, dipengaruhi pula oleh media iklan maupun artis yang menggunakan istilah baru yang merupakan penyimpangan dari kebenaran cara berbahasa Indonesia maupun mencampuradukan bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia.


F. KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA
Kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia, yaitu:
  1. Sebagai bahasa persatuan (alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya
  2. Bahasa nasional;
  3. Bahasa resmi
  4. Bahasa budaya dan Bahasa ilmu
  5. Sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga
  6. Pendidikan


DAFTAR PUSTAKA
Anonym. 2013. Makalah Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia, http://selidik86.blogspot.com/2013/03/makalah-sejarah-perkembangan-bahasa_9.htmlV ,
Anak Pesisir. 2012. Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia http://jaririndu.blogspot.com/2012/01/sejarah-perkembangan-bahasa-indonesia.htmlKartika Nur Ramadha. 2009. Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia. http://jaririndu.blogspot.com/2012/01/sejarah-perkembangan-bahasa-indonesia.html
Zulkifli, dkk. 2012. Bahasa Indonesia Mengembangkan Keterampilan Komunikasi Lisan dan Tulisan di Perguruan Tinggi. Tarakan: Universitas Borneo Tarakan.

Kongres Bahasa Indonesia I
Tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu. Tanggal 18 Agustus 1945, dilakukan pendatangan Undang-Undang Dasar 1945, yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan ejaan Republik sebagai pengganti ejaan Van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.

Kongres Bahasa Indonesia II
Tanggal 28 Oktober hingga 2 November 1954 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia II di Medan. Kongres ini merupakan perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
Tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972.
Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).

Kongres Bahasa Indonesia III
Tanggal 28 Oktober hingga 2 November 1978 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia III di Jakarta. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantabkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.

Kongres Bahasa Indonesia IV
Tanggal 21-26 November 1983 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia IV di Jakarta. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.

Kongres Bahasa Indonesia V
Tanggal 28 Oktober hingga 3 November 1988 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia V di Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Indonesia dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei DarussalamMalaysiaSingapuraBelandaJerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan mempersembahkan karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.

Kongres Bahasa Indonesia VI
Tanggal 28 Oktober hingga 2 November 1993 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta. Diikuti oleh peserta sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, HongkongIndiaItaliaJepangRusiaSingapuraKorea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan penyusunan Undang-Undang Bahasa Indonesia.

Kongres Bahasa Indonesia VII
Tanggal 26-30 Oktober 1998 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VII di Hotel Indonesia, Jakarta. Kongres itu mengusulkan pembentukan Badan Pertimbangan Bahasa.

Kongres Bahasa Indonesia VIII

Pada bulan Oktober tahun 2003, para pakar dan pemerhati Bahasa Indonesia akan menyelenggarakan Kongres Bahasa Indonesia ke- VIII. Berdasarkan Sumpah Pemuda yang dicetuskan pada bulan Oktober tahun 1928 yang menyatakan bahwa para pemuda memiliki satu bahasa yakni Bahasa Indonesia, maka bulan Oktober setiap tahun dijadikan bulan bahasa. Pada setiap bulan bahasa berlangsung seminar Bahasa Indonesia di berbagai lembaga yang memperhatikan Bahasa Indonesia. Dan bulan bahasa tahun ini mencakup juga Kongres Bahasa Indonesia.

Kongres Bahasa Indonesia IX
Dalam rangka peringatan 100 tahun kebangkitan nasional, 80 tahun Sumpah Pemuda, dan 60 tahun berdirinya Pusat Bahasa, pada tahun 2008 dicanangkan sebagai Tahun Bahasa 2008. Oleh karena itu, sepanjang tahun 2008 telah diadakan kegiatan kebahasaan dan kesusasteraan. Sebagai puncak dari seluruh kegiatan kebahasaan dan kesusasteraan serta peringatan 80 tahun Sumpah Pemuda, diadakan Kongres IX Bahasa Indonesia pada tanggal 28 Oktober-1 November 2008 di Jakarta.
Kongres tersebut akan membahas lima hal utama, yakni bahasa Indonesia, bahasa daerah, penggunaan bahasa asing, pengajaran bahasa dan sastra, serta bahasa media massa. Kongres bahasa ini berskala internasional dengan menghadirkan para pembicara dari dalam dan luar negeri. Para pakar bahasa dan sastra yang selama ini telah melakukan penelitian dan mengembangkan bahasa Indonesia di luar negeri sudah sepantasnya diberi kesempatan untuk memaparkan pandangannya dalam kongres tahun ini.

Kongres Bahasa Indonesia ke-X yang dibuka bertepatan peringatan Sumpah Pemuda 28 – 31 Oktober 2013  di Jakarta
            Dalam Kongres Bahasa Indonesia (KBI) X, setelah mendengar dan memperhatikan sambutan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) merekomendasikan hal-hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah.
            Rekomendasi tersebut berdasarkan laporan Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, serta paparan enam makalah pleno tunggal, di antaranya 16 makalah sidang pleno panel, 104 makalah sidang kelompok yang tergabung dalam delapan topik diskusi panel, dan diskusi yang berkembang selama persidangan, KBI X.
            Ketua Tim Perumus Kongres Bahasa Indonesia X Prof. Dr. Gufron Ali Ibrahim, M.S. merumusan Kongres bahasa Indonesia X tersebut, yaitu:

Rekomendasi Ke-1
            Pemerintah perlu memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia melalui penerjemahan dan penebitan, baik nasional maupun
internasional, untuk mengejawantahkan konsep-konsep berbahasa Indonesia guna menyebarkan ilmu pengetahuan dan teknologi ke seluruh lapisan masyarakat.

Rekomendasi Ke-2
Badan pengembangan dan Pembinaan Bahasa perlu berperan lebih aktif
Melakukan penelitian, diskusi, penataran, penyegaran, simulasi, dan pendampingan dalam implementasi Kurikulum 2013 untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia.

Rekomendasi Ke-3
            Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) perlu bekerja sama dalam upaya meningkatkan mutu pemakaian bahasa dalam buku materi pelajaran.

Rekomendasi Ke-4
            Pemerintah perlu meningkatkan sosialisasi hasil-hasil pembakuan bahasa Indonesia untuk kepentingan pembelajaran bahasa Indonesia dalam rangka memperkukuh jati diri dan membangkitkan semangat kebangsaan.

Rekomendasi Ke-5
            Pembelajaran bahasa Indonesia perlu dioptimalkan sebagai media pendidikan karakter untuk menaikkan martabat dan harkat bangsa.

     Rekomendasi Ke-6
            Pemerintah perlu memfasilitasi studi kewilayahan yang berhubungan dengan sejarah, persebaran, dan pengelompokkan bahasa dan sastra untuk memperkukuh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Rekomendasi Ke-7
            Pemerintah perlu menerapkan Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) untuk menyeleksi dan mempromosikan pegawai, baik di lingkungan pemerintah maupun swasta, guna memperkuat jati diri dan kedaulatan NKRI, serta memberlakukan UKBI sebagai "paspor bahasa" bagi tenaga kerja asing di Indonesia.

     Rekomendasi Ke-8
            Pemerintah perlu menyiapkan formasi dan menempatkan tenaga fungsional penyunting dan penerjemah bahasa di lembaga pemerintahan dan swasta.

Rekomendasi Ke-9
            Untuk mempromosikan jati diri dan kedaulatan NKRI dalam rangka misi perdamaian dunia, pemerintah perlu memperkuat fungsi Pusat Layanan Bahasa (National Language Center) yang berada di bawah tanggung jawab Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

Rekomendasi Ke-10
            Kualitas dan kuantitas kerjasama dengan berbagai pihak luar negeri untuk menginternasionalkan bahasa Indonesia perlu terus ditingkatkan dan dikembangkan, baik di tingkat komunitas ASEAN maupun dunia internasional, dengan dukungan sumber daya yang maksimal.

Rekomendasi Ke-11
Pemerintah perlu melakukan "diplomasi total" untuk menginternasionalkan bahasa Indonesia dengan melibatkan seluruh komponen bangsa.

 Rekomendasi Ke-12
            Presiden/Wakil Presiden dan pejabat negara perlu melaksanakan secara konsekuen Undang-Undang (UU) RI Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan dan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2010 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia dalam pidato Resmi Presiden dan/atau Wapres serta Pejabat Negara lainnya.

Rekomendasi Ke-13
            Perlu ada sanksi tegas bagi pihak yang melanggar Pasal 36 dan Pasal 38 UU Nomor 24 Tahun 2009 sehubungan dengan kewajiban menggunakan bahasa Indonesia untuk nama dan media informasi yang merupakan pelayanan umum.

Rekomendasi Ke-14
            Pemerintah perlu menggiatkan sosialisasi kebijakan penggunaan bahasa dan pemanfaatan sastra untuk mendukung berbagai bentuk industri kreatif.

Rekomendasi Ke-15
            Pemerintah perlu lebih meningkatkan kerjasama dengan komunitas-komunitas sastra dalam membuat model pengembangan industri kreatif berbasis tradisi lisan, program penulisan kreatif, dan penerbitan buku sastra yang dapat diapresiasi siswa dan peminat sastra lainnya.

Rekomendasi Ke-16
            Pemerintah perlu mengoptimalkan penggunaan teknologi informatika dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia.

 Rekomendasi Ke-17
            Perlindungan bahasa-bahasa daerah dari ancaman kepunahan perlu dipayungi dengan produk hukum di tingkat pemerintah daerah secara menyeluruh.

Rekomendasi Ke-18
            Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa perlu meningkatkan perencanaan dan penetapan korpus bahasa daerah untuk kepentingan pemerkayaan dan peningkatan daya ungkap bahasa Indonesia sebagai bahasa penjaga kemajemukan Indonesia dan pilar penting NKRI.

Rekomendasi Ke-19
            Pemerintah perlu memperkuat peran bahasa daerah pada jalur pendidikan formal melalui penyediaan kurikulum yang berorientasi pada kondisi dan kebutuhan faktual daerah dan pada jalur pendidikan nonformal atau informal melalui pembelajaran bahasa berbasis komunitas.

Rekomendasi Ke-20
             Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa perlu meningkatkan pengawasan penggunaan bahasa untuk menciptakan tertib berbahasa secara proporsional.

 Rekomendasi Ke-21
Pemerintah perlu mengimplementasikan kebijakan yang mendukung eksistensi karya sastra, termasuk produksi dan reproduksinya, yang menyentuh identitas budaya dan kelokalannya untuk mengukuhkan jati diri bangsa Indonesia.

Rekomendasi Ke-22
             Penggalian karya sastra harus terus digalakkan dengan dukungan dana dan kemauan politik pemerintah agar karya sastra bisa dinikmati sesuai dengan harapan masyarakat pendukungnya dan masyarakat dunia pada umumnya.

Rekomendasi Ke-23
            Pemerintah perlu memberikan apresiasi dalam bentuk penghargaan kepada sastrawan untuk meningkatkan dan menjamin keberlangsungan daya kreativitas sastrawan sehingga sastra dan sastrawan Indonesia dapat sejajar dengan sastra dan sastrawan dunia.

Rekomendasi Ke-24
             Lembaga-lembaga pemerintah terkait perlu bekerja sama mengadakan lomba-lomba atau festival kesastraan, khususnya sastra tradisional, untuk memperkenalkan sastra Indonesia di luar negeri yang dilakukan secara rutin dan terjadwal, selain mendukung festival-festival kesastraan tingkat internasional yang sudah ada.

Rekomendasi Ke-25
             Peran media massa sebagai sarana pemartabatan bahasa dan sastra Indonesia di kancah internasional perlu dioptimalkan.

Rekomendasi Ke-26
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) perlu mengingatkan dan memberikan teguran agar lembaga penyiaran menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Rekomendasi Ke-27
             KPI menerima usulan dari masyarakat untuk menyampaikan teguran kepada lembaga penyiaran yang tidak menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.

Rekomendasi Ke-28
            Diperlukan kerjasama yang sinergis dari semua pihak, seperti pejabat negara, aparat pemerintahan dari pusat sampai daerah, media massa, Dewan Pers, dan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, demi terwujudnya bahasa media massa yang logis dan santun.

Rekomendasi Ke-29
             Literasi pada anak, khususnya sastra anak, perlu ditingkatkan agar nilai-nilai karakter yang terdapat dalam sastra anak dipahami oleh anak.

Rekomendasi Ke-30
            Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa harus memperkuat unit yang bertanggung jawab terhadap sertifikasi pengajar dan penyelenggara BIPA.

Rekomendasi Ke-31
            Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa berkoordinasi dengan para pakar pengajaran BIPA dan praktisi pengajar BIPA mengembangkan kurikulum, bahan ajar, dan silabus yang standar, termasuk bagi Komunitas ASEAN.

Rekomendasi Ke-32
            Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa memfasilitasi pertemuan rutin dengan SEAMEO Qitep Language, SEAMOLEC, BPKLN, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), dan perguruan tinggi untuk menyinergikan penyelenggaraan pengajaran BIPA. Dan pemerintah Indonesia harus mendukung secara moral dan material pendirian pusat studi atau kajian bahasa Indonesia di luar negeri.
            Sejarah panjang di atas menunjukkan betapa berharganya bahasa Indonesia yang sekarang  kita gunakan. Sejarah tersebut masih akan terus terukir sepanjang kita sebagai Bangsa Indonesia mau menghargai dan menjaga kelestariannya. Cara termudah untuk menghargai dan menjaganya adalah dengan menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari kita dengan baik dan benar. Tidak hanya sekedar menggunakan, namun juga adanya rasa kebanggaan setiap kita menggunakan. Sejarah Bahasa Indonesia yang telah dengan susah payah ditorehkan hingga saat ini tentunya hanya akan menjadi sebuah cerita indah bagi anak cucu kita, tanpa bisa mereka rasakan dan gunakan lagi, apabila kita tidak menjaganya mulai sekarang. Bangga Berbahasa Indonesia.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hakekat Bahasa

Fungsi dan Ragam Bahasa Indonesia